Ringkasan Sejarah Daulah Umayyah (Bagian 2)


Periode Kekacauan

Setelah Yazid wafat, terjadilah kekosongan posisi khalifah. Abdullah bin Zubair yang tinggal di Mekah segera mendeklarasikan diri sebagai khalifah. Namun, tokoh-tokoh sahabat dan tabi’in semisal Abdullah bin Umar bin al-Khattab, Nu’man bin Basyir, Muhammad bin Ali bin Abi Thalib (Muhammad al-Hanafiyah), Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib, dan Said bin al-Musayyib tidak menyetujui apa yang dilakukan Abdullah bin Zubair.

Mulailah terjadi kekacauan dalam Daulah Umayyah. Kekacauan terus berlangsung antara tahun 64H–86H pada masa Khalifah Muawiyah bin Yazid, Marwan bin Hakam, dan Abdul Malik bin Marwan.

Pada masa ini, dua khalifah yakni Marwan bin Hakam dan putranya, Abdul Malik bin Marwan, menjadi titik balik perubahan dan meletakkan sendi-sendi kebangkitan kekhalifahan.

Bangkit dari Keterpurukan

a. Kebangkitan Militer

Setelah mengalami periode sulit, Daulah Umayyah berhasil bangkit kembali dari keterpurukan. Masa itu bisa dikatakan periode kekuatan yang kedua. Dimulai dari masa Khalifah al-Walid bin Abdul Malik dan berakhir pada masa Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.

Pada masa ini, semangat jihad begitu menggelora. Sebagian besar anggaran pembelanjaan negara disalurkan pada bidang militer. Gaji tentara dinaikkan. Jaminan terhadap kesejahteraan keluarga tentara ditingkatkan, seperti diberi perumahan, lahan pertanian, dan berbagai jaminan. Alat utama sistem senjata dan sistem pertahanan semakin diperkuat. Realisasinya berupa pembangunan benteng, mercusuar, parit-parit pertahanan, dll.

Di setiap kota dibangun markas tentara, masjid-masjid, sekolah, dan pasar sebagai pusat perekonomian. Selain itu, dibuat juga pabrik-pabrik

pembuatan kapal untuk angkatan laut di Kota Arce. Kemudian diikuti daerah-daerah lainnya seperti di Syam, Mesir, dan Tunisia.

Pada masa ini juga terjadi penaklukkan besar-besaran, yang belum pernah terjadi di masa Khulafaur Rasyidin. Kekuasaan Daulah Islam Umayyah kian meluas, terbentang dari Cina, Andalusia, hingga bagian selatan Perancis. Pintu-pintu Constantinopel sudah mulai diketuk dan bergetar. Laut-laut Romawi berganti menjadi wilayah Islam. Pada masa inilah Islam mulai tersebar di tiga benua; Asia, Afrika, dan Eropa.

Keadaan tersebut membuat orang-orang semakin berbondong-bondong masuk ke dalam Islam. Mereka memeluk Islam tanpa paksaan dan tanpa ancaman pedang. Mereka mengenal kemuliaan Islam, prinsip persamaan dan persaudaraan, dan mengenal kemudahan yang diajarkan Islam. Ketertarikan pun muncul dari kelemah-lembutan tersebut.

Dampaknya, bahasa Arab menjadi kebanggaan di penjuru dunia. Di Asia, Eropa, dan Afrika, orang-orang berbicara dengan bahasa Arab. Dunia mengenal nama-nama besar semisal Qutaibah bin Muslim, Muhammad bin al-Qashim ats-Tsaqafi, Musa bin Nushair, Thariq bin Ziyad, dll.

b. Kebangkitan Ulama

Di antara keistimewaan Daulah Umayyah adalah banyaknya muncul para ulama dan ahli fikih. Yang pertama dan utama tentu saja generasi sahabat radhiallahu ‘anhum yang hidup di tengah-tengah masa ini. Mereka mewariskan peradaban dan ilmu yang begitu tinggi dalam agama, politik, dan social kemasyarakatan. Kemudian generasi tabi’in yang menimba ilmu dari para sahabat dan kemudian mewarisinya ke generasi berikutnya, generasi tabi’ tabi’in.

Tidak hanya rakyatnya, bahkan di antara khalifah Bani Umayyah adalah ulama terkemuka seperti Muawiyah bin Abi Sufyan, seorang sahabat agung, penulis wahyu Alquran. Ada juga Umar bin Abdul Aziz, seorang tabi’in yang diakui keilmuan dan ketawadhuannya, dll.

Para khalifah Bani Umayyah dikelilingi dan bersahabat dengan para ulama dan ahli fikih. Jika kita membaca biografi-biografi para sahabat dan tabi’in betapa seringnya kita temui mereka duduk bersama para khalifah dan memberikan nasihat. Baik dialog langsung ataupun surat-menyurat. Tidak sedikit di antara khalifah yang menangis membaca dan mendengar nasihat dari para ulama tersebut. Hal ini menunjukkan ketawadhuan dan kelembutan hati para khalifah Bani Umayyah.

c. Masyarakat Madani

Sebagian penulis sejarah berbohong tentang keadaan masyarakat Daulah Umayyah. Atau mereka membesar-besarkan sebagian kejadian terhadap sekelompok orang di masyarakat seolah-olah itulah keadaan masyarakat di masa Daulah Bani Umayyah. Keadaan masyarakat di zaman ini sangat dekat dengan ulama. Bacalah kisah mengenai seorang tabi’in Thawus bin Kaisan, bagaimana keadaannya ketika beliau wafat. Manusia penuh sesak menghadiri pemakamannya hingga jenazahnya pun sulit dikeluarkan dari rumahnya karena demikian sesaknya orang yang hadir. Hingga gubernur Mekah terpaksa mengirim pengawalnya untuk menghalau orang-orang yang mengerumuni jenazahnya agar bisa diurus sebagaimana mestinya. Orang yang turut menshalatkan banyak sekali, hanya Allah yang mampu menghitungnya, termasuk di dalamnya Amirul Mukminin Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan.

Masyarakat yang agamis ini tidak lepas dari peranan khalifah-khalifah Bani Umayyah yang begitu serius menjaga ajaran Islam yang murni. Membersihkannya dari khurofat-khurofat. Terutama di wilayah-wilayah yang baru mengenal Islam.

Pemerintah Bani Umayyah juga mendorong masyarakatnya untuk terus membangun peradaban yang tinggi. Mendukung kegiatan-kegiatan pendidikan dan penerjemahan. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas ilmu-ilmu agama dan syair Arab semata, akan tetapi diikuti juga oleh ilmu-ilmu pasti. Perkembangan ini juga terjadi pada bidang industri dan perdagangan.

Profil Khalifah-Khalifah di Masa Kejayaan

a. al-Walid bin Abdul Malik

Khalifah al-Walid sangat perhatian dengan pembangunan masjid di wilayah-wilayah kekuasaan Bani Umayyah. Di antara kebijakan strategis lainnya yang ia lakukan adalah pembangunan jalan raya menuju Hijaz (daerah yang meliputi Jeddah, Mekah, dan Madinah) untuk memudahkan jamaah haji bersafar menuju daerah tersebut. Ia juga memerintahkan Gubernur Madinah, yang saat itu dijabat oleh Umar bin Abdul Aziz, untuk menggali sumur-sumur di Madinah dan menyiapkan petugas khusus untuk memberi minum jamaah.

Untuk memperkuat militer, ia mengangkat seorang yang keras seperti Hajjaj bin Yusuf. Meskipun Hajjaj adalah sosok yang kontroversi, namun Hajjaj berhasil memunculkan orang-orang seperti Muhammad al-Qashim dan Qutaibah bin Muslim yang berhasil menaklukkan berbagai wilayah. Pada masa pemerintahan al-Walid juga muncul pahlawan-pahlawan semisal Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad.

Secara umum, masa pemerintahannya adalah masa-masa yang stabil. Umat Islam berhasil mencapai Cina di Timur hingga Andalus di Barat. Al-Walid bin Abdul Malik wafat pada pertengahan bulan Jumadil Akhir tahun 96 H. Ia menunjuk saudaranya Sulaiman bin Abdul Malik sebagai khalifah setelahnya.

b. Sulaiman bin Abdul Malik

Dengan segala yang ada padanya sebagai manusia, secara umum Sulaiman bin Abdul Malik rahimahullah adalah seorang khalifah yang shaleh. Hal itu terlihat dari pidatonya saat diangkat menjadi khalifah. Dari Jabir bin Aun al-Asadi, ia berkata, “Kalimat pertama yang disampaikan Sulaiman bin Abdul Malik dalam pidatonya saat dikukuhkan sebagai khalifah adalah:

“Segala puji bagi Allah, segala yang Dia kehendaki terjadi. Apa yang Dia inginkan terangkat, maka terangkat. Apa yang Dia mau terjatuh, maka terjatuh. Orang yang Dia kehendaki, maka Dia beri dan orang yang Dia kehendaki (untuk tidak mendapatkan), maka ia terhalangi. Dunia ini adalah negeri yang menipu. Wahai hamba Allah, jadikanlah kitab Allah sebagai imam, ridhailah hukum yang ditetapkannya. Jadikanlah ia sebagai pemimpin. Ia adalah kitab yang telah menghapus hukum-hukum sebelumnya dan tidak akan ada kitab setelahnya yang menghapus hukumnya.”

Bukti keshalehan lainnya adalah terlihat dari teman-teman dekatnya yang ia jadikan sebagai penasihat seperti Umar bin Abdul Aziz dan tokoh tabi’in Raja’ bin Haiwah.

Pada tahun 97 H, Amirul Mukminin Sulaiman bin Abdul Malik menunaikan ibadah haji bersama Umar bin Abdul Aziz. Di hari Arafah, Sulaiman dan Umar wukuf di Arafah. Sulaiman merasa bahagia dengan banyaknya umat Islam yang berkumpul memenuhi panggilan Allah. Sulaiman berkata kepada Umar, “Lihatlah mereka, yang jumlahnya hanya Allah saja yang bisa menghitungnya. Tidak ada yang menanggung rezeki mereka kecuali Allah”. Umar bin Abdul Aziz menanggapinya, “Mereka adalah rakyatmu hari ini, tetapi besok kamu akan ditanya tentang mereka.” Dalam riwayat lain, “Mereka adalah orang-orang yang akan menuntutmu di hari kiamat.” Tiba-tiba Sulaiman menangis, nasihat Umar benar-benar menghujam di dadanya, ia berkata, “Hanya kepada Allah aku memohon pertolongan.” (al-Bidayah wa an-Nihayah, 12: 685).

Muhammad bin Sirrin rahimahullah berkata tentang Sulaiman bin Abdul Malik, “Ia mengawali dan mengakhiri kekhalifahannya dengan kebaikan. Ia mengawalinya dengan membuat aturan wajib shalat di awal waktu dan mengakhirinya dengan mengangkat Umar bin Abdul Aziz”.

Sulaiman wafat pada bulan Shafar tahun 99 H. Ia menunjuk sepupunya, Umar bin Abdul Aziz, sebagai penggantinya.

c. Umar bin Abdul Aziz

Rasa-rasanya tidak perlu penulis bertutur panjang tentang Umar bin Abdul Aziz pada kesempatan kali ini. Karena beliau sudah cukup dikenal dan tidak diingkari kemuliaannya. Secara singkat, Umar bin Abdul Aziz mengawali pemerintahannya pada Bulan Shafar tahun 99 H dan berakhir dengan wafatnya pada Bulan Rajab 101 H.

Berbagai macam kesuksesan yang diraih dalam pemerintahannya dan sedemikian hebatnya ia berhasil memakmurkan rakyatnya tidak terlepas dari usaha-usaha yang dirintis oleh khalifah-khalifah sebelumnya.

Periode Kemunduran dan Runtuhnya Kekhalifahan

Periode kemunduran Daulah Bani Umayyah dimulai saat 6 tahun sebelum daulah ini runtuh. Ditandai dengan keributan yang terjadi di dalam istana; para amir saling berselisih dan memusuhi, maraknya konspirasi yang membingungkan dan mengadu domba. Keadaan demikian membuat para amir lalai dari tugas utama mereka dalam pemerintahan. Negara yang begitu luas pun mulai limbung dan kehilangan stabilitas. Ditambah lagi munculnya pemberontakan dari kalangan orang-orang Abbasiyah, Syiah, dan Khawarij. Keadaan demikian terus berlangsung hingga terbunuhnya Khalifah Marwan bin Muhammad oleh orang-orang Abbasiyah pada tahun 132 H. Saat itulah merupakan akhir dari kisah Daulah Bani Umayyah.


Sumber:
– ash-Shalabi, Ali bin Muhammad. ad-Daulah al-Umayyah. 2008. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
– artikel-artikel islamstory.com
– artikel-artikel kisahmuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KISAH NABI

KISAH SAHABAT

KISAH PILIHAN

Copyright © 2017 | Privacy Policy | Disclaimer | Terms of Service | Sitemap | Kisah Tauladan | Powered by Blogger